Profil Desa Bendosari
Pada masa perkembangan kerajaan Islam di Jawa, banyak para pengembara muslim berkeliling Jawa untuk menyiarkan ajaran tauhid untuk menyembah Allah yang Esa. Sebagaimana diketahui bahwa pada waktu itu ajaran Hindu dan Budha sangat berkembang pesat sebagai ajaran nenek moyang, sehingga dituntut kepada para pengembara muslim menyiarkan ajaran Islam dari daerah satu ke daerah lainnya.
Salah satu pengembara muslim saat itu adalah Imam Asy’ari yang berasal dari Ponorogo Jawa Timur berjalan ke arah timur dari daerah asalnya untuk menyiarkan agama Islam menuju salah satu daerah yang saat itu berupa hutan belantara yang lebat yang didiami oleh masyarakat kecil yang sebagian besar beragama Hindu dan Budha.
Keberadaan desa Bendosari tidak terlepas dari sejarah yang dilaluinya. Diceritakan bahwa, pada awalnya dataran sebagai cikal bakal desa ini merupakan hutan belantara yang ditumbuhi beraneka ragam pepohonan, salah satunya adalah pohon Bendo yang kala itu merupakan pohon tertua dan terbesar. Ketika itu Imam Asy’ari tiba pada tempat itu dan melakukan pembabatan hutan untuk dijadikan kediaman dan wilayah dakwahnya.
Karena masyarakat Jawa pada saat itu sulit untuk mengatakan Imam Asy’ari, maka lebih mudah diucapkan ”Imam Sari”. Sebagai bentuk rasa hormat dan terima kasih atas perjuangan beliau maka wilayah dataran itu dinamakan sebagai desa Bendosari, yang merupakan gabungan kata ”Bendo” (sebagai pohon tertua dan terbesar) dan ”Sari” (sebutan dari Imam Asy’ari/ Mbah Imam Sari). Beliau wafat dan dimakamkan di desa Bendosari tepatnya di sebelah barat perbatasan desa Bendosari dengan desa Ngaglik sebelah timur sungai yang membatasi kedua desa tersebut.
Sehingga sejak saat itu masyarakat desa Bendosari selalu mengadakan ritual ”nyadran” (bersih desa) pada setiap malam Jum’at Legi pada bulan Selo setiap tahunnya sebagai bentuk rasa syukur atas karunia yang diberikan Allah dan mendoakan ”sang cikal bakal” desa Bendosari agar diampuni segala dosanya dan diterima amal ibadahnya.
Menurut sejarah Kepala Desa yang pernah menjabat hingga sekarang adalah sebagai berikut :
- Djojosemito (1877 s.d 1917)
- Djojodipuro (1918 s.d 1930)
- Djojodikromo (1930 s.d 1935)
- Sastrosuwito (1936 s.d 1954)
- Partosukiran (1955 s.d 1971)
- Moeljadi (1972 s.d 1982)
- Karsono (1984 s.d 1993)
- Pitoyo (1995 s.d 2013)
- Sutalkah (2013 s.d 2019)
- Tiyok Sunaryanto (2019 s.d Sekarang)
2.1.2. Kondisi Geografis
Secara geografis Desa Bendosari terletak pada posisi 8°10'-8°31' Lintang Selatan dan 110°00'-120°60' Bujur Timur. Topografi desa ini adalah berupa dataran sedang dengan ketinggian yaitu sekitar 147 m di atas permukaan air laut. Letak Desa Bendosari berada diantara 3 desa lain yang juga masih termasuk dalam wilayah kecamatan Sanankulon dan kecamatan Srengat kabupaten Blitar . Adapun batas desa tersebut adalah :
- Sebelah Barat berbatasan dengan : Desa Ngaglik Kec Srengat
- Sebelah Timur berbatasan dengan : Desa Purworejo Kec Sanankulon
- Sebelah Selatan berbatasan dengan: Sungai Brantas Wilayah Kab. Tulunagung
- Sebelah Utara berbatasan dengan : Desa Kalipucung Sanankulon
2.1.2.1. Lokasi Desa
- Jarak desa ke ibu kota Kecamatan = 2 Km
- Waktu tempuh ke Kecamatan = 5 Menit
- Jarak tempuh ke ibu kota Kabupaten = 7 Km
- Waktu tempuh ke kabupaten = 20 Menit
- Ketersediaan angkutan umum = tersedia setiap hari.
2.1.2.2. Kondisi Fisik Desa
Desa Bendosari merupakan wilayah yang terdiri dari pemukiman penduduk, persawahan, pekarangan, perkantoran, makam dan prasarana lain dengan luas wilayah desa 1.702.000 Km2 atau 170.200 Ha. Dimana seluas 53.500 Ha adalah pemukiman penduduk, 76.100 Ha adalah area persawahan, 29.600 Ha adalah pekarangan, 0.170 Ha adalah wilayah perkantoran, 0.300 Ha adalah wilayah makam, dan 10.530 Ha adalah wilayah prasarana umum lainnya. Wilayah desa Bendosari dilewati sungai Brantas sepanjang 1 km. Iklim Desa Bendosari berdasarkan data BPS kabupaten Blitar tahun 2014, selama tahun 2014 curah hujan di Desa Bendosari rata-rata mencapai 2.200 mm.
Bagikan artikel ini:
Kirim Komentar
Komentar baru terbit setelah disetujui Admin